Mafia obat jamu ber-BKO

Sabtu, 03 November 2012
Maraknya peredaran jamu bercampur bahan kimia obat (BKO) di satu sisi tentunya membuka peluang bagi pelaku usaha nakal atau mafia obat untuk meraup keuntungan dengan menyediakan  atau mensuplai obat-obat kimia yang dibutuhkan sebagai campuran jamu ke para produsen jamu berbahan kimia obat ini. Pertimbangan keselamatan konsumen tentulah tidak mereka pikirkan. Yang ada dalam otak para mafia  obat ini adalah keuntungan yang berlipat yang akan diraih dalam bisnis kotor ini. Bahan kimia obat (BKO) disuplai oleh para mafia obat ini adalah obat-obat yang sering digunakan sebagai campuran jamu ber bahan kimia obat ini antara lain : Dexametason, CTM, Fenilbutason, Asam mefenamat, prednison, paracetamol, metampiron, teofilin, tadalafil, piroxicam.

Mata rantai bisnis ilegal penjualan obat-obat kimia yang disalah gunakan ini tak lepas dari peran distributor farmasi atau Pedagang Besar farmasi (PBF), Toko Obat dan Apotik sebagai pelaku usaha yang memang mengantongi ijin untuk memperjualbelikan obat obatan produk farmasi.

Memang peran PBF ini tidak langsung menjual obat-obatan ke para produsen jamu, melainkan adanya penyimpangan yang dilakukan oleh tenaga penjualan /salaesman PBF dalam penjualan obat-obatan ini ke pihak yang sebenarnya tidak diijinkan untuk membeli produk-produk farmasi yang tidak dijual bebas ini, apalagi pembelian dalam jumlah yang besar. Kenyataannya banyak toko-toko obat bisa mendapatkan obat-obat daftar G dalam jumlah besar pada hal toko-toko obat hanya memiliki ijin untuk membeli dan menjual obat-obat bebas atau obat dot biru.

Untuk menghindari pemeriksaan oleh BP Pom biasanya toko-toko obat ini membeli obat-obat ber ber dot merah dari marketing PBF dengan menggunakan nota pasar bukan dengan nota dan faktur resmi. Pembayaran biasanya secara kontan begitu barang diterima.  Kemudian setelah barang pesanannya cocok dengan nota, nota tersebut biasanya langsung dirobek dan dimusnahkan. Stok obat ini pun disimpan ditempat yang terpisah dengan stok yang benar-benar diperuntukkan untuk usaha toko obatnya.

Seharusnya PBF tidak bisa menjual obat dot merah ke toko obat atau pun pihak-pihak yang tidak di ijinkan untuk memperjual belikannya. Tapi di lapangan hal-hal seperti itu mudah saja terjadi. Marketing PBF menggunakan apotik Panel atau apotik yang telah melakukan kerjasama sebagai bendera atau hanya sebagai nama untuk tiap pesanan obat-obatan yang berasal dari pihak-pihak yang tidak di ijinkan untuk membeli obat-obat dot merah. Dengan memakai nama apotik panel, berarti surat pesanan yang masuk ke PBF adalah atas nama apotik panel tadi, sehingga faktur penjualan dan tagihan pun atas nama apotok panel.  Secara prosedur memang tidak menyimpang, karena apotik memang pihak yang memperoleh ijin untuk memperjualbelikan obat-obat ber dot merah, penyimpangannya adalah apotik  membeli obat yang ternyata bukan untuk dirinya sendiri dan hanya dijadikan alat untuk keluarnya obat-obatan dot merah dari PBF. Setelah Obat-obat itu diterima oleh apotik panel,  baru obat-obat itu oleh marketing PBF di kirim ke pemesan yang sesungguhnya. kemudian apotik panel mendapatkan fee yang besarnya sesuai kesepakatan atas transaksi pinjam nama tersebut.

Penyimpangan lainnya justru dilakukan oleh pihak apotik sendiri. Mereka  secara diam-diam menjadi supplier obat-obatan yang dibutuhkan oleh produsen jamu ber bahan kimia obat. Faktor keuntungan yang berlipat membuat mereka melakukan tindakan yang tidak sesuai prosedur/ilegal. Inilah salah satu penyebab begitu mudahnya para produsen jamu berbahan kimia mendapatkan obat-obat daftar G sebagai campuran produksinya.

Demikian semoga bermanfaat..




Artikel terkait lainnya :

0 komentar:

Posting Komentar

Please comment..